Oleh : Lusi Andriyani, SIP.,M.Si
Pendahuluan:
Pokok bahasan yang banyak dibicarakan pada saat ini adalah kehidupan di era baru, era global dengan kondisi yang serba “blur” disegala bidang baik di bidang ekonomi, politik, maupun budaya. Bahkan dalam era sejarah baru dimana ekonomi nasional, budaya nasional dan batas-batas kenegaraan sudah kehilangan makna dan luntur oleh sebuah proses “globalisasi” yang cepat dan baru[1]. Dalam bidang ekonomi lahirnya globalisasi yang masuk bersamaan dengan ide demokrasi dan liberalisme telah membangun wacana baru bahwa kita memang diharuskan untuk mengikuti aturan main yang sedang dibuat oleh negara-negara berkuasa di bidang ekonomi khususnya perdagangan seperti negara Amerika, Eropa dan Jepang.
Walaupun setiap orang merasakan dampak dan pengaruh globalisasi yang berbeda-beda namun, tidak bisa dipungkiri bahwa bidang ekonomilah yang paling menyentuh semua lapisan masyarakat. Orang bisa merasakan langsung akibat dari fenomena globalisasi. Masuknya barang-barang yang lebih murah seperti sepeda motor, mobil dan barang-barang lain ke negara-negara berkembang seperti Indonesia telah membawa dampak psikologis yang sangat berat bagi para produsen dalam negeri yang merasa tidak mampu bersaing dalam hal harga maupun upah tenaga kerja serta pasar mereka. Selain mudahnya barang produksi dari negara lain yang masuk ke Indonesia, masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia juga membawa konsekuensi tersendiri bagi tenaga kerja Indonesia. Banyak sekali masyarakat yang akhirnya tidak bisa mendapatkan pekerjaan karena telah diisi oleh tenaga kerja asing.
Permasalahan ketenagakerjaan akibat globalisasi juga di gambarkan dalam laporan tertulis dari bank dunia seperti yang terpapar dibawah ini :
“cerita-cerita mengenai hilangnya integrasi sering menjadi headline: Bagaimana Joe kehilangan pekerjaan karena persaingan dengan orang-orang miskin Mexico seperti Maria, dan bagaimana upah dia (Maria) menurun karena adanya ekspor murah dari China. Tetapi Joe sekarang mempunyai pekerjaan yang lebih bagus, dan Ekonomi Amerika Serikat telah mendapat untung dengan adanya eksport yang meluas ke Mexico. Standard kehidupan Maria telah meningkat dan anaknya dapat mengharapkan masa depan yang lebih baik”[2].
Gambaran dari laporan bank dunia tersebut merupakan hal yang dipandang “utopis” namun dapat menjadi semangat bagi negara-negara sedang berkembang ataupun negara miskin[3] untuk dapat menerima ide globalisasi dalam segala aspek, khususnya apek ekonomi. Walaupun banyak sekali masyarakat yang pesimistis bahwa globalisasi akan mampu mempengaruhi ekonomi negara lain untuk lebih maju terutama dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya seperti yang telah tergambarkan pada cerita diatas. Yang ada justru fenomena penindasan dan marginalisasi dari negara-negara maju ke negara-negara yang sedang berkembang.
Globalisasi sebagai proses yang sistematis dan terencana mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam upaya untuk merombak perekonomian negara-negara sedang berkembang atau negara miskin. Peningkatan peran pasar di era global semakin memperkecil peran negara-negara yang sedang berkembang dengan kondisi ekonomi yang belum kuat untuk bersaing di era global. Semakin kecilnya peran negara-negara miskin atau negara-negara yang sedang berkembang telah menjadikan negara-negara maju lebih mudah untuk mengendalikan perekonomian yang berakibat pada semakin mudahnya negara maju untuk dapat mengintegrasikan perekonomian negara-negara miskin atau negara-negara sedang berkembang dalam rangkulan negara-negara kapitalis (negara dengan ekonomi yang kuat dan mapan). Dengan demikian dapat dilihat bahwa :
“ Bahaya globalisasi bagi negara-negara miskin pada dasarnya terletak pada kelemahan kemampuan sebuah pemerintah dalam melindungi kepentingan negara dan rakyatnya, dimana meningkatnya ketergantungan perekonomian negara-negara miskin terhadap pemenuhan kepentingan para pemodal negara-negara kaya”[4].
Dengan semakin tergantungnya negara miskin terhadap negara kaya, maka menyebabkan perubahan pada fungsi pemerintahan dari perlindungan menjadi fungsi pelayanan bagi kepentingan negara-negara kapitalis.
Konsep Globalisasi Ekonomi :
Fenomena era global dan transnasional tergambar pada term “globalisasi” merupakan paradigma baru bagi setiap negara di dunia. Konsep globalisasi yang mulai dikembangkan pada tahun 1985 tengah menarik perhatian banyak kalangan untuk dianalisa. Globalisasi[5] merupakan istilah yang mempunyai hubungan dengan semakin meningkatnya keterkaitan ataupun ketergantungan antar bangsa dan antar manusia. Hal yang digembar-gemborkan para ekonom, sosiolog, para guru manajemen, wartawan dan politisi borjuis yang dijelaskan bahwa kita saat ini hidup dalam era sejarah baru dimana ekonomi nasional, budaya nasional dan batas-batas kenegaraan sudah kehilangan makna dan luntur oleh sebuah proses globalisasi yang cepat dan baru.[6] Globalisasi sering diartikan sebagai penyusutan ruang dan waktu yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang mencerminkan peningkatan interkoneksi dan interdependensi social, politik, ekonomi dan kultural dalam skala global[7].
Konsep globalisasi muncul dari berbagai macam pandangan antara lain dari segi social agama, social budaya, ekonomi dan dari segi politik. Dari segi Ekonomi, Menurut Tonelson seorang ahli ekonomi, globalisasi adalah hubungan integrasi pasar[8] di tingkat internasional yang ditandai oleh perkembangan masuknya berbagai barang di pasaran internasional di seluruh dunia[9]. Globalisasi menurut Stiglitz (Mantan economist Bank Dunia) merupakan sebuah kerjasama bilateral yang sebetulnya lebih menguntungkan dibandingkan multilateral, kawasan, atau antar kawasan. Perdagangan secara bilateral yang terjadi atas dasar kebutuhan dan saling menguntungkan akan lebih baik karena bukan berlandaskan kerjasama yang dipaksakan atau didekte[10]. .
Pandangan lain mengenai konsep globalisasi sendiri juga dikemukakan oleh perdana Menteri Malaysia Mahatir Mohammad[11] sebagai standar ganda (double standard)[12] untuk menilai globalisasi dan pengaruhnya terhadap negara-negara miskin[13]. Sedangkan menurut pendapat Strange, globalisasi adalah suatu fase kehidupan yang membawa perubahan yang tidak menentu[14]. Dari pemahaman konsep globalisasi diatas, dapat diketahui beberapa ciri[15] globalisasi diantaranya adalah : Pertama,Globalisasi dimaknai sebagai perubahan dalam konsep ruang dan waktu. Kedua, Globalisasi dimaknai dengan ciri-ciri adanya peningkatan interaksi cultural melalui perkembangan media massa. Ketiga, globalisasi dimaknai dengan cirri semakin meningkatnya masalah bersama.
Globalisasi muncul sebagai fenomena baru pada abad 20 yang dihubungkan dengan adanya kebangkitan ekonomi internasional. Sebenarnya hubungan antar bangsa yang dilakukan melalui perdagangan sudah dijalankan sejak abad yang lalu ketika manusia mulai mengenal adanya perdagangan antar negara sekitar tahun 1000-1500M[16]. Perkembangan berikutnya ditandai dengan adanya dominasi pedagang Islam yang membangun jaringan perdagangan[17] dengan disertai misi untuk menyebarkan agama serta nilai-nilai Islam.
Dalam perkembangan berikutnya globalisasi ditandia dengan semakin besarnya peran bangsa Eropa untuk mengembangkan dan mengupayakan memaksimalkan sumberdaya yang ada melalui kolonisasi di negara-negara subur terutama yang kaya akan rempah-rempah. Pada masa ini didukung dengan industrialisasi yang memunculkan pola ketergantungan negara-negara lemah secara ekonomi terhadap negara-negara maju. Industri yang semakin berkembang membangun pola konsumtif dari masyarakat dan berpengaruh terhadap kebutuhan akan bahan baku. Fenomena tersebut telah mendorong munculnya perusahaan multinasional yang berupaya untuk menyediakan bahan baku yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Perkembangan perjalanan globalisasi semakin mendapatkan tempat dan psosisi yang strategis setelah berakhirnya perang dingin sebagai simbol runtuhnya ideologi komunis dan semakin membuka peluang yang sangat luas terhadap perkembangan ideologi kapitalis yang dipandang sebagai jalan terbaik untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Bahkan sejak krisis ekonomi yang melanda Asia Tenggara pada tahun 1997 dan 1998 mulai banyak dikembangkan wacana dan diskusi mengenai globalisasi dan anti kapitalisme. Pemahaman kapitalis[18] sebagai ideology dan jalan untuk mewujudkan kemakmuran rakyat telah membawa implikasi psikologis terhadap negara-negara yang sedang membangun dan membentuk kesadaran semu akan kesediaan negara-negara miskin untuk menerima ideology tersebut.
Teori globalisasi menyatakan bahwa perubahan-perubahan baru dalam sistem ekonomi yaitu sebagai pembuka bagi ekonomi negara-negara kepada pasar atau antar bangsa yang akan membawa kebahagiaan bagi semua orang dan akan memperbaiki kehidupan semua orang terutama golongan miskin di negara dunia ketiga[19].
Globalisasi dan Marginalisasi Negara-Negara Sedang Berkembang :
Globalisasi yang semakin menguatkan peran dari negara-negara yang mapan secara ekonomi seperti Amerika Serikat dan Eropa serta Jepang memberikan penegasan bahwa ide globalisasi hanya menguntungkan beberapa pihak saja. Perusahaan-perusahaan yang berkembang diduniapun banyak yang bermarkas di ketiga negara tersebut. Menurut laporan Investasi Dunia 1993 yang diterbitkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ada 37.000 perusahaan transnasional yang memiliki 170.000 anak perusahaan di luar negeri. 90% dari perusahaan-perusahaan transnasional tersebut berkantor pusat di negara-negara maju[20]. Kenyataan ini telah membangun pola bahwa investasi yang ada di seluruh dunia dengan pelaku bisnis utama dari negara-negara maju dilakukan dengan tidak merata. Seratus perusahaan transnasional di dunia memiliki sepertiga dari modal tersebut dan 60% investasi yang dilakukan berhubungan dengan manufaktur sebesar, jasa 37% dan bahan mentah, tambang dan pertanian sebesar 3%. Dari inventasi tersebut apabila dipandang secara geografis juga masih didominasi oleh negara-negara kapitalis maju diantaranya Amerika, Eropa Barat dan Jepang. 60% dari investasi internasional mengalir diantara “Trio” imperialis Amerika Utara, Eropa BArat dan Jepang. Dan sisanya 40% dari aliran investasi langsung luar negeri –sekitar US$ 34 Milyard di tahun
[1] Doug Lorimer, “Globalisasi, Neo-Liberalisme dan Dorongan-dorongan kemunduran ekonomi kapitalis”, Jurnal Kiri
[2] Ibid.
[3] Istilah negara miskin merupakan penggambaran negara-negara yang mempunyai perekonomian tidak bagus. Bahkan negara miskin bayak digunakan sebagai sebutan bagi negara-negara yang sedang berkembang. Sepeti yang digunakan oleh Efendi HAsan dalam artikelnya yang berjudul “ Benarkah Globalisasi merupakan suatu konsep penjajahan baru yang dikembangkan oleh negara-negara kapitalis untuk menjajah negara miskin?” dalam file:/E\data\opini_efendi_hasan280507, 8 Juni 2007
[4] file:/E\data\opini_efendi_hasan280507, 8 Juni 2007
[5] Dalam banyak hal globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi, dan istilah ini sering di pertukarkan. Dalam www.wikipedia.com
[6] Doug Lorimer (Anggota Executive Commite Democratic Socialist Party Australia), Globalisasi, neo liberalisme dan dorongan-dorongan kemunduran ekonomi kapitalis, Jurnal kiri, Situs indo-Marxist
[7] http://lafadl.atspace.org/infolafadl/buku/globalisme.html
[8] Ekonomi dunia sekarang didominasi oleh perusahaan-perusahaan yang telah menginternasionalisasikan aktivitas mereka untuk perluasan , membawa produksi dan penjualan kebanyak negara , dimana perusahaan tersebut tidak mempunyai kesetiaan terhadap suatu negara-bangsa secara khusus dan akan menempatkan investasi dan operasi mereka dimanapun dalam pasar global dimana mereka bisa mendapatkan penghasilan tertinggi (dalam Doug Lorimer (Anggota Executive Commite Democratic Socialist Party Australia), Globalisasi, neo liberalisme dan dorongan-dorongan kemunduran ekonomi kapitalis, Jurnal kiri, Situs indo-Marxist)
[9]Op.Cit hal. 2
[10] Aprilian Hermawan, Bisnis Uang Paradigma Baru Sektor Perbankan, Bisnis Indonesia, Jum’at 17 Desember 2004
[11] Mahatir Muhammad menyatakan mengenai konsep globalisasi yang dihasilkan oleh negara-negara berkuasa untuk membukakan ekonomi negara-negara lemah kepada pasaran dunia:“Globalisasi adalah perkataan yang seolah-olah menghuraikan kedatangan bersama kesemua negara-negara di dunia … Ia direka oleh negara-negara kaya, seolah-olah dalam balasan kepada kemajuan teknologi dan kelanjutan serta kemudian pengangkutan. Tetapi tekanannya adalah pada aliran bebas capital serta perdagangan barangan dan pengkhidmatan. Manusia dan benda-benda lain tidak dapat mengalir dengan sebegitu bebas”. (dalam Muhammad Salleh,”Globalisasi dan Mahatir”, September 2002 , www.arts.anu.edu)
[12] Globalisasi dipandang sebagai suatu arus yang menimbulkan situasi double standard atau berat sebelah yang tidak memberikan peluang yang sama kepada negara-negara miskin atau negara-negara yang baru membangun.
[13] Op.cit . Pada hakikatnya globalisasi masih berada pada situasi berat sebelah dan bukannya bersifat menang, sebaliknya yang menang akan terus menang manakala yang kalah akan terus kalah. http://www.google.com/ ada di file:///E:/data/opini_effendi_hasan : Penggagasan konsep globalisasi lahir ketika Robertson menerbitkan satu makalah berjudul “The Relativization of Societies” : Modern Religion and Globalization”.
[14] Prediksi seperti ini muncul karena globalisasi dipandang sebagai suatu fase perubahan yang terlalu cepat dari pada timbulnya persaingan-persaingan sengit yang hanya memberikan keuntungan kepada negara kapitalis yang notabene sudah maju dan kaya. Globalisasi belum mempunyai definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya (dalam http://www.wikipedia.com/)
[15] www.wikipedia.com
[16] http://www.wikipedia.com/
[17] Jaringan perdagangan meliputi wilayah Jepang, Tiongkok, Vietnam, Indonesia, Malaka, India, Persia pantai Afrika Timur, Laut Tengah, Venesia dan Genoa (dalam www.wikipedia.com)
[18] Perlu diketahui juga bahwa ideology kapitalis dikembangkan bersama dengan demokrasi dan liberalisme.
[19] Muhammad Saleh, Globalisasi dan Mahatir, http://www.arts.anu.edu/, September 2002.
Seperti yang disarankan oleh WTO, IMF dan Bank Dunia, dimana globalisasi sebagai upaya untuk membuka perekonomian antar bangsa.
[20] Doug Lorimer, “Globalisasi, Neo-Liberalisme dan Dorongan-dorongan kemunduran ekonomi kapitalis”, Jurnal Kiri
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
penyebab negara berkembang termaginalisasi itu apa ?
Post a Comment