Oleh : lusi Andriyani, SIP.,M.Si
Konteks Historis Fundamentalisme Islam di Indonesia :
Sejak orde baru dibawah kepemimpinan Soeharto tumbang oleh gerakan mahasiswa pada tahun 1998, mempunyai pengaruh yang signifikan pada kehidupan beragama di Indonesia. Salah satu perubahan yang tengah mendapatkan perhatian khalayak umum adalah mengenai semakin maraknya gerakan agama yang diindikasikan sebagai gerakan fundamentalis. Perkembangan fundamentalisme Islam di Indonesia telah meruntuhkan pandangan yang dikemukakan oleh Kuntowijoyo yang menyebutkan bahwa gerakan Islam sudah meninggalkan periode Ideologi sejak tahun 1985. Kaum fundamentalisme yang berkembang di Indonesia mencoba untuk menawarkan Islam sebagai ideology alternative, dan mencoba mengusung semua label Islam dalam setiap tindakan dan aksinya.
Islam di Indonesia dapat dikategorikan sebagai Islam pinggiran secara geografis. Dengan pemeluk agama terbesar, Islam akhirnya mempunyai pengaruh yang sangat besar didalam setiap kehidupan masyarakat dan negara. Dalam perkembangannya pula, variasi Islam muncul seiring dengan penggunaan budaya sebagai alat penyebarannya. Proses perkembangan yang berjalan seiring dengan perkembangan budaya tidak dapat dihindarkan bersamaan dengan proses modernisasi. Seringkali proses-proses perkembangan Islam dalam masyarakat memunculkan konflik dan pertarungan wacana untuk dapat memperebutkan pengaruh dalam penyebaran ide dari variasi Islam yang beragam. Proses ini pula yang telah melahirkan organisasi keagamaan dikalangan umat Islam pada abad ke 20 seperti Muhammadiyah, Persis, NU, Al-Irsyad dan munculnya kelompok-kelmpok fundamentalis[1].
Munculnya beberapa gerakan fundamentalisme dapat dilihat dari penelitian Yusril Ihza Mahendra yang bertitik tolak pada perspektif sosiologis mengenai fundamentalisme[2]. Dalam penelitian tersebut digambarkan mengenai institusi politik yang menjadi pengaruh fundamentalisme dan modernisme yaitu Masyumi di Indonesia dan Jama’ati Islam di Pakistan. Dengan menggunakan prespektif bahwa fundamentalisme dan modernisme bukan sekedar sebagai aliran keagamaan namun juga sebagai aliran politik.
Perubahan iklim politik di Indonesia pada tahun 1998 sangat berpengaruh terhadap munculnya organisasi keagamaan lain selain NU dan Muhammadiyah. Terdapat dua fenomena yang sangat menyolok; pertama, semakin menguatnya identitas dan gerakan kelompok keagamaan diluar mainstream kelompok keagamaan dalam masyarakat Islam di Indonesia yaitu NU dan Muhammadiyah. Kedua, ditandai dengan munculnya sejumlah parpol keagamaan.[3] .
Pada masa Orde baru upaya penciptaan stabilitas dalam proses pembangunan telah mempengaruhi kehidupan beragama. Sikap pemerintah yang otoriter telah memberangus semua kegiatan beragama dan tidak memberikan celah sedikitpun untuk menunjukkan peran kelompok beragama dalam masyarakat. Setelah runtuhnya orde baru kesempatan untuk mengembangkan ide dan menerapkannya dalam bentuk gerakan mulai ditunjukkan. Fenomena Front Pembela Islam (FPI) yang melakukan Sweeping terhadap minuman keras dan kegiatan yang mereka pandang sebagai kegiatan orang jahiliyah (Minum-minuman keras, judi, Pelacuran) dapat dilakukan. Selain itu juga muncul dan berkembang kegiatan keagamaan lain seperti laskar jihad, HAMMAS, Hizb-Al Tahrir Indonesia dan lainnya.
Dalam wilayah politik, runtuhnya orde baru semakin memperkuat identitas keagamaan dengan munculnya banyak partai politik Islam seperti; Partai kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Di tengah-tengah berlangsungnya perubahan politik, masyarakat Islam merupakan salah satu kelompok yang artikulatif dengan munculnya berbagai macam variasi partai politik Islam yang menggunakan identitas keagamaan. Keterlibatan umat Islam dalam politik tidaklah mengejutkan karena dalam pola berpikir kelompok mayoritas di Indonesia ini melekat kuat keyakinan mengenai Islam sebagai agama public (public Religion yang menempatkan agama dalam wilayah politik, disamping keyakinan sebagai agama privat (privat Religion)[4]. Dengan keyakinan seperti itu akhirnya sebagian umat Islam kemudian berhati-hati terhadap adanya sekularisasi
Sekuler Dalam Beberapa Perspektif :
Dalam bukunya yang berjudul “Menentang Negara Sekuler: Kebangkitan Global Nasionalisme Religius”, Jurgensmeyer menggambarkan adanya sebuah kebangkitan Islam. Dalam penelitiannya mengenai negara Sri lanka, India, Mesir, Israel dan Mongolia, dimana gerakan-gerakan nasionalisme muncul dan mencoba untuk mengembangkan diri. Kebangkitan Nasionalisme religius atau yang dinamakan dengan etno-religius dilator belakangi oleh adanya kegagalan nasionalisme sekuler yang di ambil dari negara Barat sebagai paradigma dalam politik yang berupaya untuk memisahkan agama dengan politik sehingga dapat menghapuskan adanya loyalitas-loyalitas keagamaan untuk tujuan politik tertentu. Dengan cara demikian, maka loyalitas yang terbangun melalui landasan keagmaan tergantikan dengan loyalitas individu sebagai loyalitas tertinggi kepada negara-bangsa. Dengan demikian kekuatan politik yang didasarkan pada nilai-nilai agama dan komunitas tradisional memudar. Ikatan-ikatan emosional yang terbangun berdasarkan kesamaan agama digantikan dengan ikatan emosional yang berdasarkan pada wilayah suatu negara-bangsa. Dalam pandangan Jurgensmeyer mengenai nasionalisme sekuler, agama sengaja direduksi dengan pertimbangan untuk mengurangi peran agama dalam hal ini loyalitas agama dalam wilayah politik.
Dibeberapa negara yang diteliti oleh Jurgensmeyer tidak semuanya melaksanakan nasionalisme religius, salah satu kelompok yang menentang adalah tokoh agama. Bagi kalangan ini nasionalisme-sekuler dipandang betanggungjawab terhadap terjadinya kemerosotan moral dinegara mereka. Sri lanka merupakan negara yang merasakan akibat buruknya penerapan nasionalisme-sekuler . Setelah penerapan konsep nasionalisme sekuler tindakan dan praktik a-moral seperti perjudian, minum-minuman alcohol dan penyembelihan hewan semakin marak. Dikawasan Irak, nasionalisme-sekuler dipandang sebagai konspirasi Barat untuk menentang agama. Ketidak puasan terhadap nasionalisme sekuler telah membangkitkan semangat untuk menggunakan agama sebagai ideology politik di beberapa negara di dunia ketiga. Gerakan seperti ini dapat dinamakan sebagai fundamentalisme atau radikalisme. Pemahaman dari gerakan keagamaan seperti ini lebih didasarkan pada teks agama dengan menolak segala penafsiran yang bersifat rasional (aqliyah) yang dipandang dapat mengurangi kemutlakan yang ada dalam teks tersebut.
Kebangkitan Islam di Indonesia dimulai dengan bangkitnya Islam liberal (neo intelektualisme Islam) yang dimotori oleh kaum intelektual muda Islam salah satu pelopornya adalah Nurcholis Madjid. Nurcholis Madjid merekomendasikan tiga pemikiran Islam antara lain: Sekulerisasi: dalam hal ini Nurcholis Madjid membedakan antara sekulerisme dengan sekulerisasi. Sekulerisme adalah nama ideology yang tertutup. Sedangkan Sekulerisasi merupakan bentuk menduniawikan nilai-nilai yang semestinya berifat duniawi,dan melepaskan umat Islam dari kecenderungan untuk mengukhrowikannya. Sehingga sekulerisasi menurut pandangan Nurcholis Madjid lebih sebagai upaya untuk memantapkan tugas manusia sebagai khalifah allah di bumi[5]. Hal penting kedua yaitu Kebebasan berfikir; Yang dimaksud dengan kebebasan berfikir disini adalah kesediaan umat islam untuk mengkritik pemikiran lama dan berupaya untuk memperbaharuinya agar sejalan dengan kenyataan-kenyataan zaman sekarang. Yang ketiga adalah sikap terbuka; Kesedian mendengar dan menerima ide-ide kemanusiaan dengan spectrum seluas mungkin, kemudian memilih mana yang menurut ukuran –ukuran obyektif mengandung kebenaran[6].
Adanya gagasan yang dikemukakan oleh Nurcholis Madjid telah membuktikan bahwa telah muncul pembaharuan Islam melalui intelektual. Disamping gerakan intelektualitas, muncul juga gerakan radikal yang mengatas namakan agama dan melakukan kegiatan oposisi terhadap pemerintah serta melakukan tindakan aksi kekerasan. Fenomena ini mengakibatkan pemerintah lebih bersifat represif terhadap semua kegiatan keagamaan dengan slogan untuk menjaga stabilitas dan keamanan negara. Pola inilah yang mengakibatkan umat Islam trauma dan sakit hati serta terpinggirkan dalam arena politik. Hubungan antara negara dan umat Islam justru semakin berkembang dan memunculkan sikap kritis sejak rezim Soeharto Jatuh. Seiring dengan itu berkembang pula kelompok keagamaan yang bersifat fundamentalis.
Agama Sebagai Ideologi
Pada dasarnya ideology menjadi sebuah pertanyaan penting bagi setiap perubahan yang ada dalam masyarakat disebabkan karena adanya pengaruh ataupun kepercayaan satu pihak ke pihak lain dalam dimensi waktu dan tempat tertentu. Dan hampir pada setiap kehidupan masyarakat modern, akan dipengaruhi oleh ideology. Ideologi berkaitan pula dengan bagaimana seseorang merespon pengaruh pihak lain melalui emosi dan intelektualitasnya[7]. Cara yang paling jelas dalam mengidentifikasi suatu ideology adalah dengan cara penggunaan bahasa secara umum atau melalui penggunaan kata-kata khusus[8].
Permasalahan yang menjadi isu penting dalam membahas ideology adalah sejauh mana ideology dapat berpengaruh dalam kenyataan praktis. Hal yang sangat mungkin muncul dalam praktek politik sehari-hari adalah ketika ideology ini digunakan sebagai alat bagi pengabsahan dari pimpinan-pimpinan partai atau politisi pada umumnya dalam memperkuat posisi dalam tindakan-tindakannya dimata lingkungan politiknya[9].
Dalam gerakan social keagamaan jelas membutuhkan adanya ideology. Dalam konteks agama Islam secara nyata telah menempatkan ideology sebagai sebuah kebutuhan dan sebagai implikasi untuk meneguhkan identitas. Ideologi juga digunakan sebagai titik tolak untuk melakukan perubahan. Ada empat ketegori ideology yang dikemukakan oleh Dekmejian ; pertama; Gradual adaptasionis, yang berorientasi pada Ihkwanul Muslimin dengan memiliki cara-cara bertahap yang mendorong pelaksanaan syariat islam oleh negara. Kedua; Syi’ah revolusioner, yang merujuk pada keberhasilan syi’ah di Iran yang berhasil menggerakkan revolusi untuk menggulingkan shah Iran karena kekuatan militernya. Namun pola ini dipandang oleh kelompok agama telah memunculkan sekulerisasi. Ketiga; Sunni Revolusioner, Yang dirintis oleh imam-imam besar dari golongan Sunni yang mempunyai komitmen terhadap pembaharuan umat dengan kembali keakar-akar Islam. Keempat; mesianis primitive; gerakan yang lebih puritan dengan mencontohkan kehidupan Nabi dan bentuk kehidupan komunitas Islam pertama serta menentang berbagai macam bentuk inovasi dan usaha-usaha untuk beradaptasi dengan kondisi-kondisi modern[10]
Fundamentalisme Agama
Fenomena terorisme pada tanggal 11 September 2001 yang telah mengahancurkan WTC (World Trade Center) di New York, Amerika Serikat dan fenomena Bom Bali pada tanggal 12 Oktober 2002 di Bali serta JW. Marriot telah memunculkan kembali fundamentalisme sebagai wacana public. Fundamentalisme bukanlah fenomena yang berkembang hanya pada komunitas agama tertentu dalam hal ini Islam. Keberadaan fundamentalisme telah berkembang dalam bentuk trans nasional karena telah banyak dijumpai dibeberapa negara. Ciri yang paling menonjol dari gerakan fundamentalisme adalah pemahaman yang tekstual terhadap teks-teks agama dan pandangan yang negative terhadap kemajuan (modern). Segala bentuk penafsiran terhadap teks-teks agama dipandang dapat mereduksi ajaran fundamental agama.
Dalam gerakan yang bersifat fundamentalis ditandai oleh lima Jenis perlawanan ; Pertama: melawan kembali kelompok-kelompok yang mengancam keberadaan dan identitas. Kedua, Berjuang untuk menegakkan cita-cita yang mencakup persoalan hidup secara umum seperti keluarga atau institusi social lain. Ketiga, berjuang dengan kerangka nilai atau identitas tertentu yang diambil dari warisan masa lalu maupun kosntruksi baru. Keempat, berjuang melawan musuh-musuh tertentu yang muncul dalam bentuk komunitas atau tata social keagamaan yang dipandang menyimpang. Kelima, Berjuang atas nama Tuhan atau ide-ide lain[11]. Karakteristik fundamentalis tersebut telah memunculkan ketakutan masyarakat. Karena adanya kecenderungan kuat pada gerakan fundamentalis untuk menggunakan cara-cara kekerasan dalam mencapai target.
Dari sisi sosiologi, fundamentalisme dapat dipahami sebagai gerakan social yang muncul berdasarkan ideology tertentu yang dipakai oleh kelompok untuk melaksanakan tindakan dan mencapai target yang diinginkan. Gerakan fundamentalisme mempunyai ideology yang mencakup dua hal; 1) sejarah penyelamatan dan 2) kritik social[12]. Sebagai gerakan social, kritik merupakan alat bagi mereka untuk menentang hal-hal ataupun tindakan yang mereka pandang tidak sesuai dengan teks agama, sehingga kelompok fundamentalis cenderung memberikan solusi yang bersifat ideal berdasarkan pengalaman sejarah keagamaan pada masa lalu.
Fundamentalisme Islam muncul bukan tanpa sebab, secara sosiologis factor struktur social, psikologi social mempunyai peran yang sangat menentukan. Faktor struktur social terkait dengan permasalahan ekonomi, keluarga ataupun kelompok kecil. Sedangkan factor psikologis social berkaitan dengan nilai-nilai sebagai suatu kebutuhan dalam diri seseorang serta motivasi pribadi yang membangun karakter seseorang dan mendorongnya untuk melakukan suatu tindakan tertentu.
Dengan karakteristik dan sebab kemunculannya, maka kelompok fundamentalis cenderung berupaya untuk menentang semua ide-ide yang mereka pandang tidak mencerminkan keidealan seperti yang tertuang dalam teks agama, khususnya Islam. Permasalahan fundamentalisme di Indonesia sebagai contoh dapat dilihat dari gerakan Hizb-Al tahrir. HTI merupakan contoh kelompok fundamentalisme yang ada di Indonesia. Secara histories HT di didrikan oleh An-Nabhani di negara Jerussalem pada tahun 1953 dengan mendirikan partai politik yang diberi nama Hizb Al-Tahrir al- Islami. Al-Nabhani menawarkan ideology Islam sebagai satu-satunya yang membangun partai HT. Ideologi Islam dalam hal ini juga dipahami sebagai pemikiran Islam atau (Fikrah Islam). HT mendasarkan partainya pada sumber legitimasi Islam. Dimana Islam dipahami tidak hanya sebagai agama yang mengurusi masalah spiritual namun juga masalah-masalah social. Sehingga memunculkan pernyataan bahwa Islam adalah agama dan Ideologi.
Dari pemaparan diatas telah jelas bahwa gerakan-gerakan fundamentalis yang dicontohkan dengan HTI tersebut akan menolak paham sekuler yang mencoba untuk memisahkan kehidupan agama dan negara. Uraian penyatuan Islam sebagai agama dan ideology mempertegas tidak adanya ruang ataupun toleransi bagi penterjemahan sekuler dalam makna kehidupan beragama. Apapun yang menjadi alasan pemberlakuan sekuler, baik sebagai paham maupun sebaagai proses tidak akan mendapatkan tempat bagi kaum fundamentalis.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Syamsul, Ideologi dan Praksis Gerakan social Kaum Fundamentalis, Malang, UMM Press,2005.
Jurgensmeyer, Menentang Negara Sekuler: Kebangkitan Global Nasionalisme Religius, bandung,Mizan, 1998
Kuntowijowo,Dr, Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, Bandung, Mizan, 1994
Yusanto, Ismail, Islam Ideologi,Bangil, Al-Izzah, 1998
__________, Editor; Dr. H.Abuddin Nata,MA, Problematika Politik Islam di Indonesia, Jakarta, Grasindo,2002
__________, Editor; John Esposito, Identitas Islam; Pada Perubahan social politik, Jakarta, Bulan Bintang,1980
[1] Kelompok Fundamentalis dapat dimaknai sebagai kelompok Islam yang mempunyai ideology dan pengaruh yang sinifikan .
[2] Yusril Ihza Mahendra, Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam: Perbandingan Partai Masyumi(Indonesia) dan Partai Jama’ati Islam (Pakistan) Jakarta: Paramadina, 1999
[3] Ideologi dan praksis, Gerakan Islam Fundamentalis; Pengalaman Hizb- Al Tahrir Indonesia, UUM Press, 2005
[4] Loc cit hal.19
[5] Fngsi sebagai khalifah Allah yaitu dengan membe
rikan ruang bagi kebebasan manusia untuk memilih tindakan dan cara-caranya sendiri didalam meningkatkan hidupnya di dunia dan memberikan pembenaran atas tanggungjawab manusia atas perbuatan-perbuatannya dihadapan Allah.
[6] Ibid. Hal. 33
[7] Deden Faturrahman, Pengantar Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang press, 2002.
[8] Ibid, hal 45
[9] Ibid, hal 49
[10] Loc.cit. hal 50
[11] Ibid. hal. 56
[12] Pandangan Martin Risebort dalam buku Syamsul Arifin: Ideologi dan Praksisi gerakan kaum fundamentalis
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment