Oleh : Lusi Andriyani, SIP.,M.Si
Pada dasarnya ideologi yang menjadi sebuah pertanyaan penting bagi setiap perubahan yang ada dalam masyarakat disebabkan karena adanya pengaruh ataupun kepercayaan satu pihak ke pihak lain dalam dimensi waktu dan tempat tertentu. Dan hampir pada setiap kehidupan masyarakat modern, akan dipengaruhi oleh ideologi. Ideologi berkaitan pula dengan bagaimana seseorang merespon pengaruh pihak lain melalui emosi dan intelektualitasnya[1]. Cara yang paling jelas dalam mengidentifikasi suatu ideology adalah dengan cara penggunaan bahasa secara umum atau melalui penggunaan kata-kata khusus[2].
Ideologi juga terkait dengan konteks historis munculnya sebuah pemikiran, hal yang mengintervensi pemikiran tersebut, sehingga memunculkan tindakan-tindakan apa yang dapat diubah dan sumbangan-sumbangan yang diberikan dalam upaya membangun sebuah ideologi. Permasalahan yang menjadi isu penting dalam membahas ideologi adalah sejauh mana ideologi dapat berpengaruh dalam kenyataan praktis. Hal yang sangat mungkin muncul dalam praktek politik sehari-hari adalah ketika ideologi ini digunakan sebagai alat bagi pengabsahan dari pimpinan-pimpinan partai atau politisi pada umumnya dalam memperkuat posisi dalam tindakan-tindakannya dimata lingkungan politiknya[3]
Melihat konteks sejarah yang ada dalam Islam maka, sejarah Islam sebagai sebuah mazhab pemikiran, sebagai sebuah kebudayaan, sebagai sebuah system kepercayaan lintas sosial dan histories dan norma-norma masih ditulis, diajarkan dan digunakan sebagai sebuah ideology legitimasi[4]
Dengan demikian pembahasan ideology dalam konteks Islam juga terkait dengan arena sejarah yang ditandai sebuah tingkatan yang lebih besar atau kecil dengan apa yang disebut sebagai “Fenomena Qur’anik” atau “ Fenomena Islami”[5]. Selaras dengan pandangan tersebut maka, Al-Mawdudi mendiskripsikan Islam sebagai sebuah “ideology revolusioner[6]” yang bertujuan untuk mengubah tatanan sosial dan membangunnya kembali berdasarkan ideologinya sendiri[7]. Al-Mawdudi juga menyetujui adanya keterkaitan Islam disuatu negara dengan dasar pemikiran bahwa ;
1. Agar mendatangkan manfaat, maka ideology harus memiliki dukungan empiris dan harus merujuk pada kasus-kasus atau contoh-contoh tertentu karena membangun sebuah pola hidup hanya melalui kerangka yang abstrak adalah sesuatu yang tidak mungkin
2. Ideologi harus menunjukkan nilainya dengan mengembangkan system kehidupan yang sejahtera dan berhasil, serta harus merumuskan teori-teori dan prinsip-prinsip dasarnya kedalam bentuk operasional.[8]
[1] Deden Faturrahman, Pengantar Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang press, 2002.
[2] Ibid, hal 45
[3] Ibid, hal 49
[4] John L. Esposito, Dialektika Peradaban: Modernisme Politik dan Budaya di Akhir Abad ke-20, Yogyakarta, Qalam, 1999, hal. 32-33
[5] John L. Esposito, Dialektika Peradaban: Modernisme Politik dan Budaya di Akhir Abad ke-20, Yogyakarta, Qalam, 1999, hal. 32-33
[6] Islam sebagai sebuah gerakan revolusioner, tanpa menolak konsep kekhalifahan universal, Al-Mawdudi memandang Islam disuatu negara sebagai batu loncatan yang akan mendorong terjadinya revolusi dunia. Dan sebuah system ideology tidak akan menjadi system nasional karena Islam adalah agama Universal, sementara revolusi untuk revivalisme Islam juga harus Universal.
[7] Dr.Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam, Paramadina, 1999, Hal.171
[8] Dr.Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam, Paramadina, 1999, Hal.173
Monday, January 12, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment